Pada hari
Kamis tanggal 6 September 2018, Direktorat Penataan Sumber Daya, Ditjen Sumber
Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI), Kementerian Komunikasi
dan Informatika telah menyelenggarakan Focus
Group Discussion (FGD) perihal Konsep Revisi Masterplan TV Digital. Kegiatan
FGD tersebut dilaksanakan dalam rangka mendapatkan masukan yang kondusif
terhadap konsep revisi masterplan TV digital, yang hasilnya diharapkan dapat
sejalan . Undang
– Undang No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang direvisi
sejak tahun
2012 di DPR. Namun
hingga tahun
2014 draft RUU tersebut belum selesai.
Tahun 2016 RUU tersebut telah digodok dan ditangani Komisi
I draft DPR untuk selanjutnya
diserahkan
ke Badan Legislasi DPR RI pada Tahun 2017, tetapi hingga saat ini
belum selesai dibahas dan penyelesaiannya kemungkinan akan
tertunda lagi mengingat tahun ini dan tahun depan adalah tahun politik. Kementerian Komunikasi dan Informatika
mengharapkan paling lambat tahun 2020 telah
dilaksanakan ASO (analog switch off) karena pada tahun tersebut telah disepakati oleh
negara-negara anggota ASEAN sebagai batas akhir ASO.
|
Gambar 1. Presentasi oleh konsultan PT. Solitechmedia Synergy |
Penyelenggaraan
TV digital mengacu pada rekomendasi
Surat
dari Jaksa Agung yang didasarkan pada Peraturan Menteri No. 32 Tahun
2013 tentang Penyelenggaraan
Penyiaran
TV secara Digital dan Penyiaran Multipleksing melalui Sistem
Terresterial yang merupakan pengganti Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2011 yang dibatalkan
oleh Mahkamah Agung. Oleh karena itu, Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2013 akan disempurnakan dengan membuat draft peraturan menteri (RPM) yang sedang dibahas dan dalam proses harmonisasi di Biro Hukum, Kemenyerian Komunikasi dan informatika.
Sambil menunggu ASO dan revisi Undang –
Undang No. 32 Tahun 2002 selesai, Kementerian Komunikasi dan Informatika
mencoba terobosan baru dengan mengaktifkan TV digital meskipun Undang Undang
tentang Penyiaran belum diterbitkan, dengan mempertimbangkan Surat dari Jaksa Agung Republik Indonesia No.
B-004/A/Gtn.2/01/2018 tanggal 5 Januari 2018 perihal Permohonan Pendapat Hukum
dan Perlindungan Hukum. Surat Jaksa Agung tersebut pada intinya mengamanatkan
penganktifan kembali 33
penyelenggara MUX di 7 (tujuh) zona yang
mencover 70 persen populasi Indonesia, dimana pelaksanaannya harus sesuai dengan parameter
teknis yang ditentukan oleh Ditjen SDPPI, dan saat ini sedang dilakukan
evaluasi tarif sewa MUX antara LPP dan
LPS pemenang MUX
dengan Ditjen PPI.
|
Gambar 2. Konfigurasi Dasar Penyelenggara TV Digital
|
Digitalisasi penyiaran akan diterapkan
karena memberikan keuntungan dari beberapa aspek, yaitu lebih kebal
terhadap noise sehingga kualitas
penerimaan lebih baik, adanya efisiensi spektrum dengan tersedianya kanal yang
lebih banyak, menggunakan sistem multipleksing sehingga CAPEX (capital expenditure) dan OPEX (operating expenditure) lebih efisien karena
infrastruktur akan disediakan oleh penyelenggara multipleksing, jadi
penyelenggara TV siaran cukup menyewa dan adanya beberapa fitur tambahan berupa
kualitas gambar lebih bagus (HD), text, dan EWS (early warning system) atau sistem peringatan dini.
Isu revisi pada perkembangan regulasi TV
Digital yaitu tentang persiapan TV Digital, perencanaan masterplan TV Digital, update wilayah layanan (karena pemekaran
wilayah administratif), penambahan ketentuan standar modulasi dan code rate berdasarkan jenis wilayah
layanan. Revisi regulasi TV Digital juga akan berfokus pada review daftar
wilayah administratif dengan mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 137 Tahun 2017
untuk mencegah terjadinya “wilayah tak terdefinisi”, pasal khusus terkait
ketentuan standar minimum modulasi dan code
rate, pasal khusus terkait wilayah perbatasan, pasal khusus untuk mengantisipasi
pemekaran wilayah.
|
Gambar 3. Kegiatan FGD di The Rinra
Hotel
|
Aturan parameter
teknis yang ditentukan oleh pihak Ditjen SDPPI yaitu konsep penerimaannya saat
ini masih Fixed Rooftop Reception
(penerimaan tetap), cakupan minimal masih sama dengan TV Analog yaitu kurang
lebih 50 – 60 km, kapasitasnya dimaksimalkan, dan kebal terhadap noise (fading dan multipath). Dampak
setelah diadakannya revisi diharapkan tidak akan ada
lagi wilayah tak terdefinisi, wilayah pemekaran tidak
menjadi “wilayah baru”, terdapat standar minimum modulasi dan code rate, kanal di perbatasan
dimungkinkan berubah sesuai hasil koordinasi dengan negara tetangga, mencabut
PM 23/2011 dan kemungkinan mengubah total daftar wilayah layanan dan pemetaan
kanal tv digital.
(Sumber/Foto: Alfiyah Dini)